Virus Japanese encephalitis virus (JE) merupakan penyebab terpenting penyakit ensefalitis di Asia. Virus JE ditransmisikan melalui gigitan nyamuk, terutama nyamuk Culex tritaeniorhynchus. Kasus klinis infeksi virus JE pada manusia pertama kali dilaporkan di Jepang pada tahun 1871. Sejak saat itu, virus JE menyebar ke berbagai negara di Asia Tenggara dan Asia Pasifik. Siklus hidup virus JE melibatkan siklus enzootik, yang berarti virus bersirkulasi di nyamuk dan babi atau burung air sebagai reservoir virus. Nyamuk dengan virus JE biasanya ditemukan di area pedesaan atau peternakan hewan yang berperan sebagai reservoir virus.
Di sebagian besar wilayah di Asia yang beriklim subtropis, transmisi virus JE meningkat pada musim yang hangat. Di negara tropis, tranmisi virus JE dapat terjadi sepanjang tahun, dengan peningkatan transmisi saat musim hujan. Di beberapa negara, transmisi virus juga ditemukan meningkat pada musim panen padi. Penyebaran virus JE berkaitan dengan perkembangan sektor agrikultur dan irigasi.
Penyakit JE biasanya menyerang anak-anak, tetapi individu di semua kelompok usia juga dapat terinfeksi virus ini. Sebagian besar kasus JE bermanifestasi ringan atau bahkan asimptomatik. Setelah inkubasi selama 4-14 hari, gejala yang dapat muncul antara lain demam dan nyeri kepala. Manifestasi klinis berat dapat berupa demam tinggi mendadak, nyeri kepala hebat, kaku kuduk, dan kejang hingga tidak sadarkan diri. Individu dengan manifestasi klinis berat memiliki risiko kematian hingga 30% dan memiliki risiko mengalami gejala sisa (sekuele) sebesar 20-30% apabila sembuh. Gejala sisa dapat berupa kelumpuhan, gangguan perilaku, dan kejang berulang.
Individu yang tinggal atau berpergian ke daerah endemis JE dan mengalami demam dapat dicurigai terinfeksi virus JE. Diagnosis pasti dapat ditegakkan menggunakan pemeriksaan enzyme-linked immunosorbent assays(ELISA) untuk melihat IgM atau IgG terhadap virus JE pada sampel cairan serebrospinal (CSF) atau darah. Surveilans aktif JE perlu dilakukan pada kasus klinis ensefalitis. Hingga saat ini belum terdapat terapi spesifik untuk penyakit JE. Pengobatan bersifat simptomatik dan suportif untuk meredakan gejala seperti demam, nyeri kepala, mual, dan muntah.
Pencegahan infeksi virus JE secara umum dapat dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk. Penggunaan repelen, obat nyamuk, dan pakaian tertutup juga dapat membantu mengurangi risiko gigitan nyamuk. Selain itu, pencegahan infeksi virus JE juga dapat dilakukan dengan vaksinasi JE.
Daftar Pustaka:
Campbell GL, Hills SL, Fischer M, Jacobson JA, Hoke CH, Hombach JM, et al. Estimated global incidence of Japanese encephalitis: a systematic review. Bull World Health Organ. 2011;89(10):766-74, 74A-74E.
Garjito TA, Widiarti, Anggraeni YM, Alfiah S, Tunggul Satoto TB, Farchanny A, et al. Japanese encephalitis in Indonesia: An update on epidemiology and transmission ecology. Acta Trop. 2018;187:240-7.
World Health Organization. Japanese encephalitis[updated 9 May 2019]. Available from: https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/japanese-encephalitis.