Isolasi virus Zika pada monyet pertama kali dilakukan di Uganda pada tahun 1947, sedangkan isolasi virus Zika pada manusia dilakukan pertama kali di Uganda dan Tanzania pada tahun 1952. Sejak saat itu, kasus infeksi virus Zika pada manusia ditemukan secara sporadik di benua Afrika dan Asia. Pada tahun 2015, wabah infeksi virus Zika dilaporkan terjadi di Brazil. Dari wabah tersebut diketahui bahwa infeksi virus Zika terbukti berkaitan dengan kejadian mikrosefali (ukuran kepala lebih kecil dari normal) pada bayi baru lahir dan sindrom Guillain-Barré pada kelompok usia yang lebih tua. Transmisi virus Zika telah menyebar ke berbagai belahan dunia. Hingga saat ini terdapat sekitar 86 negara yang melaporkan kejadian infeksi virus Zika pada manusia.
Virus ini ditransmisikan terutama oleh nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Ae. aegypticenderung menggigit pada pagi hari dan sore hari menjelang petang dan dapat menggigit manusia berulang kali dalam satu periode makan. Selain dari gigitan nyamuk, transmisi virus Zika juga dapat terjadi melalui kehamilan dari ibu ke janin, melalui kontak seksual, transfusi darah, dan transplantasi organ.
Periode inkubasi virus Zika berkisar antara 3-14 hari. Sebagian besar infeksi virus Zika pada manusia bersifat asimptomatik. Infeksi simptomatik dapat bermanifestasi sebagai demam tinggi, ruam kemerahan pada kulit, mata merah, nyeri kepala, dan nyeri otot dan sendi yang dapat menetap hingga 7 hari. Infeksi virus ini pada ibu hamil dapat berakibat terjadinya mikrosefali pada janin, serta berbagai komplikasi kehamilan lainnya seperti janin lahir mati (stillbirth) dan persalinan prematur. Di kelompok usia lebih tua, infeksi virus Zika dapat memicu munculnya sindrom Guillain-Barré, serta kelainan saraf perifer. Diagnosis infeksi virus Zika diawali dari riwayat tinggal atau berpergian ke daerah endemis transmisi virus Zika. Diagnosis infeksi virus ini hanya dapat ditegakkan melalui isolasi virus dari darah, urin, atau semen menggunakan reverse transcriptase-polymerase chain reaction(RT-PCR). Hingga saat ini tidak ada terapi spesifik untuk pengobatan infeksi virus Zika. Pengobatan bersifat simptomatik dan suportif untuk meredakan gejala seperti demam, nyeri sendi, mual, dan muntah. Vaksin spesifik terhadap virus Zika belum tersedia.
Pencegahan utama transmisi virus Zika pada manusia dapat dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk menggunakan repelen, obat nyamuk, atau kelambu tidur. Perhatian khusus perlu diberikan pada populasi tertentu, yaitu ibu hamil, wanita usia reproduktif, dan anak-anak. Deteksi infeksi virus Zika di daerah endemis dengan status transmisi virus aktif juga perlu dilakukan pada pasangan yang dicurigai atau terkonfirmasi terinfeksi virus Zika. Seluruh populasi terutama ibu hamil perlu mendapatkan edukasi terkait risiko transmisi dan bahaya infeksi virus Zika pada janin.
Daftar Pustaka:
Centers for Disease Control and Prevention. About Zika: Centers for Disease Control and Prevention, National Center for Emerging and Zoonotic Infectious Diseases (NCEZID), Division of Vector-Borne Diseases (DVBD) [updated 20 May 2019]. Available from: https://www.cdc.gov/zika/about/index.html.
Krauer F, Riesen M, Reveiz L, Oladapo OT, Martínez-Vega R, Porgo TV, et al. Zika Virus Infection as a Cause of Congenital Brain Abnormalities and Guillain–Barré Syndrome: Systematic Review. PLOS Medicine. 2017;14(1):e1002203.
Weaver SC, Costa F, Garcia-Blanco MA, Ko AI, Ribeiro GS, Saade G, et al. Zika virus: History, emergence, biology, and prospects for control. Antivir Res. 2016;130:69-80.
World Health Organization. Zika virus[updated 20 July 2018]. Available from: https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/zika-virus.